Scan barcode
dinamakan's review against another edition
4.0
I was quite curious with this novel since the cover illustration caught my attention. Yes, I'm a huge fan of middle-grade and children stories.
I can only give four stars since I really love the story and the cover. I even thought that nobody pays attention to the main character because she's uninteresting for most of the villagers (or probably have a set of difficult traits). However, the fact that she's actually drowned in the sea and some people can see her revenge-mode spirit long enough felt a bit forced for me. I guess it would be better if she's actually a living person who becomes very difficult to please or often angry towards the villagers (especially the Head of the village and his family) after she's saved but her parents couldn't and the Head of the village tried his best to expel her for her decision to avoid math exam.
I can only give four stars since I really love the story and the cover. I even thought that nobody pays attention to the main character because she's uninteresting for most of the villagers (or probably have a set of difficult traits). However, the fact that she's actually drowned in the sea and some people can see her revenge-mode spirit long enough felt a bit forced for me. I guess it would be better if she's actually a living person who becomes very difficult to please or often angry towards the villagers (especially the Head of the village and his family) after she's saved but her parents couldn't and the Head of the village tried his best to expel her for her decision to avoid math exam.
riading's review against another edition
5.0
Persahabatan Blue Wing x Maple kayak "sahabat terbaik kita awalnya musuh/orang yg dulu kita benci." Bahkan mereka nganggep masing2 as siblings.
Gak cuma pertemenan mereka aja yg disorot tapi gmna serakahnya Ketua Adat di desanya Blue Wing yang berusaha buat ngilangin tradisi demi uang. Sedih banget bahkan anaknya lebih parah. Pohon2 sampe diancurin. Kebayang Blue Wing ngeliatnya pasti pengen mencak2.
AND ternyata pemanggil hiu beneran ADA. IT'S NOT A FICTION.
Gak cuma pertemenan mereka aja yg disorot tapi gmna serakahnya Ketua Adat di desanya Blue Wing yang berusaha buat ngilangin tradisi demi uang. Sedih banget bahkan anaknya lebih parah. Pohon2 sampe diancurin. Kebayang Blue Wing ngeliatnya pasti pengen mencak2.
AND ternyata pemanggil hiu beneran ADA. IT'S NOT A FICTION.
charliecrockford's review against another edition
5.0
A wonderfully-written tale about family, friendships and overcoming pain. Zillah Bethell has created a brilliantly vivid world - complete with authentic sayings dispersed throughout - that enables you to become fully immersed in Maple and Blue Wing's life in Papa New Guinea.
I thoroughly enjoyed the journeys on which each of the characters travel and the pace throughout kept me hooked all the way up to the dramatic finale!
I thoroughly enjoyed the journeys on which each of the characters travel and the pace throughout kept me hooked all the way up to the dramatic finale!
the_magpie_reader's review against another edition
5.0
"The Shark Caller" by Zillah Bethell was a revelation. If I could give it more than 5 stars, I would: it deserves at least 10!
The fast-paced plot, the complex characters, the magical atmospheres and the amazing writing style all come together to make for an awesome read, which can enchant younger readers and grown-ups alike.
I don't remember ever crying so much for an ending, and yet it feels so perfect I wouldn't change one bit.
Kudos to the author for using pidgin English and making me enjoy it, because, as English is not my first language (and neither is Papuan), I usually find it annoying when books contain non-standard words that can't be found in a dictionary. Instead, in "The Shark Caller" pidgin English is used in such a way that it not only adds a touch of colour to the story, but it's also perfectly comprehensible, so as not to break the reading momentum at all.
I can't wait to put my hands on the author's other works!
The fast-paced plot, the complex characters, the magical atmospheres and the amazing writing style all come together to make for an awesome read, which can enchant younger readers and grown-ups alike.
I don't remember ever crying so much for an ending, and yet it feels so perfect I wouldn't change one bit.
Kudos to the author for using pidgin English and making me enjoy it, because, as English is not my first language (and neither is Papuan), I usually find it annoying when books contain non-standard words that can't be found in a dictionary. Instead, in "The Shark Caller" pidgin English is used in such a way that it not only adds a touch of colour to the story, but it's also perfectly comprehensible, so as not to break the reading momentum at all.
I can't wait to put my hands on the author's other works!
laksaksara's review against another edition
5.0
"Menurutku harapan sangatlah penting. Bahkan saat sesuatu tidak nyata, harapanlah yang membuat orang tetap hidup."
Did I finish the book or did it finish me? I didn't sign for the heartbreak it caused me!
The Shark Caller mengisahkan Blue Wing, seorang anak perempuan di Papua Nugini yang sangat ingin mewarisi keahlian Siringen—waspapinya (pengasuh)—dalam memanggil hiu. Keinginannya untuk bisa memanggil hiu adalah demi membalaskan dendam kematian orang tuanya pada salah satu seekor hiu besar yang dijuluki warga sebagai Xok. Namun, Siringen tidak pernah mengizinkannya. Dia selalu menolak permintaan Blue Wing untuk mengajarinya.
Dalam keputusasaannya itu, Blue Wing diminta Siringen untuk berteman dengan Maple Hamelin, anak seorang profesor dari Amerika yang tengah melakukan penelitian di sana. Siringen yang ditunjuk oleh ketua adat mendampingi profesor tersebut.
Blue Wing dan Maple awalnya tidak akur, mereka merasa bahwa mereka sangat berbeda. Tidak pernah sependapat dalam hal apapun. Namun, dengan saran dari Siringen, Blue Wing mencoba untuk perlahan memahami Maple, yang tidak membutuhkan waktu lama juga akhirnya bisa tersenyum ramah kepada Blue Wing. Bonding mereka diawali dengan menjelajah pulau hingga berenang di laut. Dari situlah mereka sadar bahwa mereka memiliki banyak kesamaan.
Aku yakin persahabatan antara Blue Wing dan Maple akan membuat banyak pembaca tersentuh. Sangat tulus khas anak-anak kecil menginjak remaja. Mereka saling mendukung satu sama lain. Hal yang aku suka dari relasi dua bocah ini adalah mereka tidak segan mengungkapkan perbedaan pendapat atau ketidaksetujuan mereka pada satu sama lain. Misalnya, saat Maple berpikir bahwa ayahnya terlalu berpegang pada harapan fana tentang mendiang ibunya, Blue Wing malah 'meladeni' ayah Maple. Karena baginya, biar saja Profesor Hamelin tetap berharap sampai ia membuktikan sendiri bahwa harapannya tersebut bukanlah sesuatu yang nyata.
Dua sahabat kecil ini juga lebih dewasa untuk anak-anak seusia mereka. Mereka lebih bijaksana, mungkin karena berbagai hal yang telah mereka lewati semasa hidup. Meski begitu, Blue Wing dan Maple juga tetap ada momen bertengkar. Namun, keduanya cukup dewasa dan bijak untuk meminta maaf dan mengakui kesalahan setelah membutuhkan waktu untuk mendinginkan kepala. Oh how we wish all adult can act like that!
Selain elemen persahabatan yang kental, penulis juga mengusung unsur mistis lokal sana. Misal, ritual memanggil hiu dan 'dukun' yang bisa menyembuhkan penyakit, pun bisa berbicara dengan arwah manusia. Pun dengan tema berduka. Sejatinya, Blue Wing dan Maple hanyalah dua anak kecil yang mencoba melewati hari demi hari setelah kehilangan orang tua—Blue Wing yang kehilangan kedua orang tuanya dalam waktu bersamaan, dan Maple yang kehilangan mamanya akibat kanker.
Kita juga akan menyaksikan perjalanan mereka menavigasi emosi yang berkecamuk akibat duka itu. Mulai dari kemarahan, rasa bersalah, hingga penerimaan. That thing indeed makes them wiser for their age.
Menuju bagian akhir, siapkan diri kalian. Akan ada hal tak terduga yang terungkap di sana. It's heart-wrenching for me, I weeped like a mad woman. Aku tidak menyangka kalau penulis sebenarnya sudah menebar clue di sana sini. Namun, setelahnya, hatiku dibuat menghangat berkat relasi indah milik Blue Wing dan Maple. Mereka tidak lagi sekadar menganggap satu sama lain sebagai teman, melainkan saudara. Benar-benar dinaikturunkan emosiku.
Buku ini memang diciptakan berisi tokoh anak-anak, tetapi orang dewasa perlu membaca ini juga. Kita tidak hanya disuguhkan persahabatan yang murni dan tulus antarmanusia, tetapi ditunjukkan pula perubahan wilayah yang mulanya masih sangat alami lama-kelamaan dikuasai oleh industri.
maccaroliane's review against another edition
4.0
"aku tidak akan pernah menerimanya dan tidak akan ada ruang yang cukup untuk membuatku memakluminya."
i can say that this whole book is about forgiveness. For the things that should be left behind whether we want to or notㅠㅠ tokoh Blue Wing dan Maple buatku mereka likeable dan keseluruhan ceritanya juga memorable, terus karena latar, dan pembahasannya sangattt menarik jadi aku merasa semua di dalam buku adalah hal yang baru. Agak emosional di akhir, sedangkan untuk plot akhirnya fifty-fifty hehe:D
i can say that this whole book is about forgiveness. For the things that should be left behind whether we want to or notㅠㅠ tokoh Blue Wing dan Maple buatku mereka likeable dan keseluruhan ceritanya juga memorable, terus karena latar, dan pembahasannya sangattt menarik jadi aku merasa semua di dalam buku adalah hal yang baru. Agak emosional di akhir, sedangkan untuk plot akhirnya fifty-fifty hehe:D
catsandcamera's review against another edition
4.0
First of all, wow.
This book was so full of rich and wonderfully woven world building and culture - you can tell the author lived this life because the reading experience fully engulfs you and spits you out onto a beach in Papua New Guinea. The sea, the sand, the heat, the lives of these villagers, the book was slow paced in terms of storyline because so much attention to detail was given to the area it took place, this village was a character in itself.
The book follows Blue Wing, a young girl who lives with her waspapi - the man who took her in after her parents died in a shark attack. An American man and his daughter come to stay in the village while he searches the ocean looking into the coral. Maple, the daughter is of a similar age to Blue Wing so after a small time at loggerheads, they begin to bond over the loss of a parent.
Blue Wing has a very unique and individual voice, I loved how the book was written. Not only does it include Papuan Pidgin throughout, but also just the way she structures sentences and explains things is different to the norm.
As I mentioned before, the story is quite a slow one, spending a lot of time with these characters just learning about each other and experiencing new things (Maple of course not knowing anything about island life, but also Blue Wing seeing how her home is slowly changing and becoming more Westernised and opening up to outsiders, in good and bad ways)
There are specific themes of loss, revenge, forgiveness and family woven throughout.
The ending really brought everything together, and was beautifully sentimental
This book was so full of rich and wonderfully woven world building and culture - you can tell the author lived this life because the reading experience fully engulfs you and spits you out onto a beach in Papua New Guinea. The sea, the sand, the heat, the lives of these villagers, the book was slow paced in terms of storyline because so much attention to detail was given to the area it took place, this village was a character in itself.
The book follows Blue Wing, a young girl who lives with her waspapi - the man who took her in after her parents died in a shark attack. An American man and his daughter come to stay in the village while he searches the ocean looking into the coral. Maple, the daughter is of a similar age to Blue Wing so after a small time at loggerheads, they begin to bond over the loss of a parent.
Blue Wing has a very unique and individual voice, I loved how the book was written. Not only does it include Papuan Pidgin throughout, but also just the way she structures sentences and explains things is different to the norm.
As I mentioned before, the story is quite a slow one, spending a lot of time with these characters just learning about each other and experiencing new things (Maple of course not knowing anything about island life, but also Blue Wing seeing how her home is slowly changing and becoming more Westernised and opening up to outsiders, in good and bad ways)
There are specific themes of loss, revenge, forgiveness and family woven throughout.
The ending really brought everything together, and was beautifully sentimental
Spoiler
but also bittersweetnathdwg's review against another edition
adventurous
emotional
inspiring
lighthearted
reflective
relaxing
sad
medium-paced
- Plot- or character-driven? Plot
- Strong character development? Yes
- Loveable characters? Yes
- Diverse cast of characters? No
- Flaws of characters a main focus? Yes
4.0
luvinlele's review against another edition
emotional
hopeful
informative
inspiring
lighthearted
reflective
relaxing
sad
slow-paced
- Plot- or character-driven? Character
- Strong character development? Yes
- Loveable characters? Yes
- Diverse cast of characters? No
- Flaws of characters a main focus? Yes
4.5
Ini adalah novel healing.
Blue Wing tinggal bersama waspapi nya, Saringan di sebuah pulau di Papua Nugini sejak kedua orang tuanya meninggal. Saringan adalah seorang Pemanggil Hiu, tetapi dia enggak mau mengajarkan Blue Wing hal itu.
Suatu ketika, ada profesor dari Amerika datang untuk meneliti karang. Putrinya, Maple akhirnya terpaksa berteman dengan Blue Wing.
Dan selanjutnya, kisah pertemanan Maple dan Blue Wing, tentang sakit, rasa bersalah, dan cara berdamai dengan keadaan jadi fokus di cerita ini.
Aku rasa, ini masuk ke novel anak, tapi masih sangat oke untuk dibaca oleh anak anak seperempat abad macam aku ini
Sejujurnya, aku suka banget sama latarnya. Baik tempat atau suasana. Selama baca, aku berasa lagi healing se pulau tempat Blue Wing tinggal. Dengan pasir pantai dan debur ombak, berenang bersama hiu. Mendaki gunung dan menyusuri tambang bekas. Rasanya seru banget, aku mau ke situ beneran....
Selain healing untuk fisik (ya sebenernya otak sih) novel ini juga untuk healing psikis aku.
Baik Maple maupun Blue Wing, keduanya berada dalam posisi yang sama. Kehilangan, rasa bersalah, dan dendam.
Cara mereka menghadapi masalah yang ada dengan sudut pandang sebagai anak anak yang di kelilingi orang dewasa yang bijak sedikit banyak ngasih tamparan ke aku.
Ya, kita harus mendahulukan orang yang hidup.
Buku ini definisi rumah. Aku suka banget bisa ketemu buku ini karena aku juga masih berduka meski kejadian yang menimpaku hampir setahun yang lalu. Tapi tetep aja, duka nya masih berasa. Tapi, aku ngerasa seperti dipeluk sama Siringen, Chimera, Mr. Hemelin, Maple, dan Blue Wing. Aku ngerasa hangat.
Meski begitu, tetep ada plot twist yang bikin aku merasa kosong di sini. Tentang Blue Wing dan Xok. Kenyataan tentang mereka bikin aku sedih.
Aku nyelesein buku ini dengan sedih, kosong, tapi aku juga bahagia dalam waktu yang sama.
Pokoknya, buku ini worth to read, minimal sekali seumur hidup deh
Blue Wing tinggal bersama waspapi nya, Saringan di sebuah pulau di Papua Nugini sejak kedua orang tuanya meninggal. Saringan adalah seorang Pemanggil Hiu, tetapi dia enggak mau mengajarkan Blue Wing hal itu.
Suatu ketika, ada profesor dari Amerika datang untuk meneliti karang. Putrinya, Maple akhirnya terpaksa berteman dengan Blue Wing.
Dan selanjutnya, kisah pertemanan Maple dan Blue Wing, tentang sakit, rasa bersalah, dan cara berdamai dengan keadaan jadi fokus di cerita ini.
Aku rasa, ini masuk ke novel anak, tapi masih sangat oke untuk dibaca oleh anak anak seperempat abad macam aku ini
Sejujurnya, aku suka banget sama latarnya. Baik tempat atau suasana. Selama baca, aku berasa lagi healing se pulau tempat Blue Wing tinggal. Dengan pasir pantai dan debur ombak, berenang bersama hiu. Mendaki gunung dan menyusuri tambang bekas. Rasanya seru banget, aku mau ke situ beneran....
Selain healing untuk fisik (ya sebenernya otak sih) novel ini juga untuk healing psikis aku.
Baik Maple maupun Blue Wing, keduanya berada dalam posisi yang sama. Kehilangan, rasa bersalah, dan dendam.
Cara mereka menghadapi masalah yang ada dengan sudut pandang sebagai anak anak yang di kelilingi orang dewasa yang bijak sedikit banyak ngasih tamparan ke aku.
Ya, kita harus mendahulukan orang yang hidup.
Buku ini definisi rumah. Aku suka banget bisa ketemu buku ini karena aku juga masih berduka meski kejadian yang menimpaku hampir setahun yang lalu. Tapi tetep aja, duka nya masih berasa. Tapi, aku ngerasa seperti dipeluk sama Siringen, Chimera, Mr. Hemelin, Maple, dan Blue Wing. Aku ngerasa hangat.
Meski begitu, tetep ada plot twist yang bikin aku merasa kosong di sini. Tentang Blue Wing dan Xok. Kenyataan tentang mereka bikin aku sedih.
Aku nyelesein buku ini dengan sedih, kosong, tapi aku juga bahagia dalam waktu yang sama.
Pokoknya, buku ini worth to read, minimal sekali seumur hidup deh